Mengenalkan Pantun (pada murid Indonesia yang tak begitu mengenal budaya Indonesia:)

Berawal dari rasa gemas karena dari 30 orang murid kelas 8 saya hanya ada tiga murid yang tahu apa itu pantun karena pernah belajar di sekolahnya terdahulu (murid pindahan). Oh ya, sebagai latar belakang, saya adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di sebuah sekolah multi-kultural di bilangan Jakarta Selatan. Pelajaran unit 2 yang baru berlalu adalah tentang puisi. Lumayan jungkir balik mengajarkan puisi ke murid-murid yang kemampuan Bahasa Indonesianya pas-pasan ini. Jangankan membuat puisi yang rangkaian kata-katanya banyak berhias majas itu, berbicara bahasa sehari-hari saja banyak yang terbata-bata. Namun berhubung kelas ini adalah kelas Literature (materi pelajaran semua tentang sastra, seperti cerpen, novel, dan film), maka sayapun berjibaku mengajarkannya. Menantang, seru, dan senang juga sih terlebih ketika membaca puisi-puisi mereka.

Tahun yang lalu saya tidak mengenalkan pantun, tapi tahun ajaran ini karena pelajaran puisi berjalan lancar, kenapa tidak saya perkenalkan pada pantun saja sekalian. Kemudian terpikirlah untuk mengundang guest speaker saja, yang lebih ahli, dengan harapan murid-murid suka, mudah memahaminya dan yang lebih penting mereka bisa membuat pantun sendiri. Maka melalui seorang teman, saya mendapat kontak seorang dosen sastra dari sebuah universitas terkemuka. Sebut saja nama beliau Pak DN.

Pak DN sangat piawai (karena memang bidangnya) mengajarkan pantun, jenis puisi lama yang sangat populer di Indonesia. Beliau bisa mengemas materi dengan sederhana yang mudah dipahami dan diikuti langkah-langkah membuat pantunnya. Sebelumnya saya sampaikan sih kepada beliau kalau kemampuan Bahasa Indonesia murid-murid saya ini sangat terbatas, jadi tolong ya pilihan kata-kata dan jenis-jenis pantunnya yang mudah-mudah saja.

Saya senang melihat murid-murid begitu antusias mendengarkan penjelasan Pak DN. Dari empat jenis pantun yang diperkenalkan (pantun Jenaka, pantun Cinta, pantun Nasehat, dan pantun Teka-teki) pantun jenaka dan pantun cinta (ternyata) yang paling mereka gemari. Kemudian mereka dengan semangat membuat pantun lalu satu per satu membacakan pantun mereka. Mereka bisa! Gelak tawa memenuhi ruangan kelas ketika pantun-pantun jenaka dibacakan dan suara-suara berisik juga menyertai ketika merespon pantun-pantun cinta – ABG (Anak Baru Gede).

Salah satu contoh jenis puisi cinta anak muda yang dibuat salah seorang murid perempuan saya adalah sebagai berikut:

Kadang-kadang kita bareng
Tapi kamu suka bengong
Kalau kamu memang ganteng
Jangan jadi orang sombong

Kemudian berikut adalah satu pantun jenaka yang dibuat oleh seorang murid laki-laki yang kebetulan kemampuan Bahasa Indonesianya sangat bagus:

Anjing saya main di rumput
main lama tidak pulang-pulang
Teman saya hobinya kentut
Baunya lama tidak hilang-hilang


Lucu buat seru-seruan, apalagi ketika itu menjelang liburan. Jadi sesuai dengan tujuannya pantun memang dimaksudkan untuk hiburan. Dan yang lebih penting dari semuanya adalah rasa puas karena bisa memperkenalkan budaya pantun yang begitu populer di masyarakat Indonesia. Setidaknya murid-murid yang notabene adalah para "global citizen" ini kelak akan selalu mencintai negara mereka lewat budaya-budayanya. Terima kasih, Pak DN. Sampai jumpa lagi!