Executive Functions (Pentingnya fungsi kognitif) di dalam kelas

Tadinya saya belum begitu paham dengan istilah executive functions atau fungsi eksekutif ini. Saya pikir istilah ini adalah hanya kemampuan kognitif atau kemampuan berpikir yang dibutuhkan siswa ketika belajar. Namun setelah membaca dari beberapa sumber, mulailah sedikit demi sedikit paham.

Gambar diambil dari The Ed Psych Practice

Berawal dari kebingungan menghadapi berbagai masalah siswa di dalam kelas, baik masalah dalam menangkap pelajaran, mengerjakan tugas, maupun masalah dalam tingkah laku, dan juga karena istilah ini seringkali disebut dalam rapat-rapat guru ketika membicarakan masalah siswa, yaa mau tidak mau saya harus mencari tahu.

Apa itu fungsi eksekutif? Secara umum fungsi eksekutif terdiri dari sejumlah proses kognitif yang berbeda-beda yang membantu kita dalam menyelesaikan tugas sehari-hari. Terdapat tiga unsur penting dalam fungsi eksekutif, yaitu: (1) working memory, (2) self-regulation, dan (3) cognitive flexibility.

Gambar diambil dari Building Savvy Learners

Sebelum kita pahami masing-masing unsur tersebut, mari kita pahami dulu dengan lebih baik apa itu fungsi eksekutif. The Havard Center for the Developing Child mengumpakan fungsi eksekutif itu ibarat air traffic control system (sistem kontrol lalu lintas udara) di mana kita mengatur dan membuat rencana untuk diri kita.

Analogi yang lain adalah ibarat seorang konduktor yang sedang memimpin jalannya orkestra. Kedua analogi tadi mempunyai tujuan yang sama, yaitu agar pesawat bisa lepas landas dengan aman dan sesuai waktunya, dan seorang konduktor memastikan bahwa setiap musisi memainkan alat musik masing-masing sesuai dengan arahan.

Jadi intinya, fungsi eksekutif berkaitan dengan pengerjaan tugas-tugas yang tidak cukup jika hanya mengandalkan firasat atau intuisi semata. Fungsi eksekutif dibutuhkan ketika kita mengerjakan tugas-tugas yang membutuhkan kosentrasi dan perhatian.

Sekarang kita lihat yuk ketiga unsur tadi satu per satu. Working Memory. Working memory adalah kemampuan kita (siswa) untuk menyimpan informasi sekaligus bagaimana menggunakan informasi tersebut. Dengan kata lain working memory ini adalah kunci utama dalam keberhasilan belajar. Working memory ini berbeda dengan ingatan jangka panjang yang bisa dengan lebih mudah kita gunakan. Dalam kelas banyak kita jumpai siswa yang bermasalah dalam hal satu ini. Misalnya, pelupa, sulit fokus, sulit mengikuti instruksi yang diberikan, lupa mengerjakan PR, dan masalah-masalah lain yang untuk anak-anak lain adalah hal yang mudah dilakukan. Seorang siswa yang mempunyai masalah dengan working memory dapat kita ketahui bila misalnya dia kita minta mengerjakan tugas dengan tiga atau empat instruksi tentang bagaimana tugas harus dikerjakan, maka dia akan menyerahkan tugas yang seadanya. Mereka kesulitan memperhatikan beberapa instruksi sekalgus dalam satu waktu. Hasilnya? Tugasnya sih selesai, tetapi terdapat banyak sekali kesalahan, atau mungkin hanya selesai setengahnya – hal ini ternyata karena mereka tidak bisa mengingat dengan baik apa yang harus mereka lakukan, bagaimana hasil yang diharapkan, dan instruksi-instruksi dalam waktu yang bersamaan.

Self-regulations. Self-regulations adalah kemampuan siswa dalam mengontrol perhatian, tingkah laku, dan pikiran. Bisakah dia menahan dirinya untuk tidak melakukan sesuatu yang kelewat batas misalnya, menahan keinginan yang besar, atau menunda mendapatkan sesuatu yang sangat dia dambakan (delaying gratification). Secara sederhana self-regulation adalah kontrol atas diri sendiri. Masalah ini juga banyak kita temukan pada siswa, misalnya ketidak mampuan mengontrol emosi atau melakukan sesuatu dengan impulsif ketika sedang emosi. Self-regulation ini adalah keterampilan yang terus berkembang seiring bertambahnya kemetangan pribadi seseorang. Beberapa orang mungkin mempunyai masalah dalam hal ini karena ketidakmampuannya menemukan sesuatu yang bisa membuat mereka tenang ketika sedang stres. Banyak juga di antara siswa yang terganggu bila ada perubahan dalam rutinitas mereka. Gangguan-gangguan ini bisa mengakibatkan rasa frustrasi.

Cognitive flexibility. Istilah ini mengacu pada kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri dan melihat cara-cara lain dalam menyelesaikan masalah. Melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda dan berpikir “out of the box” adalah contoh dari cognitive flexibility. Fleksibilitas kognitif ini melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif, seperti perhatian, ingatan, perencanaan, pengambilan keputusan, kontrol diri dan kontrol emosi dalam hal memberikan argumentasi atau pemecahan masalah. Fungsi-fungsi kognitif inilah yang membuat kita berpikir logis dan kreatif ketika memecahkan masalah.

Sebagai guru, mengetahui fungsi kognitif ini adalah penting sekali mengingat tugas kita bukan hanya sekedar menyampaikan pelajaran atau informasi, tetapi yang lebih penting dari itu adalah memastikan bahwa siswa kita berhasil dalam proses belajarnya.

Fungsi kognitif berhubungan erat dengan serangkaian keterampilan dan tingkah laku yang membuat seseorang mampu mengatasi masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana kita membutuhkan tujuan dalam hidup, siswa juga membutuhkan kemajuan dalam belajar, maka harus ada perencanaan yang baik dalam mencapai tujuan-tujuan itu.

Semoga bermanfaat!